Jumat, 31 Oktober 2014

Asal Usul Aksara Jawa (HaNaCaRaKa)

hanacaraka-gambar.jpg



Jaman dahulu, di Pulau Majethi, hidup seorang satria bernama Ajisaka. Selain tampan, Ajisaka juga punya ilmu tinggi dan sakti. Ajisaka memiliki dua orang punggawa bernama Dora dan Sembada. Dua orang itu sangat setia dan menurut dengan Ajisaka. Suatu hari, Ajisaka ingin pergi berkelana, bertualang meninggalkan Pulau Majethi. Dora pergi menemani Ajisaka sedangkan Sembada tetap tinggal di Pulau Majethi karena Ajisaka memerintahkan Sembada untuk menjaga pusaka Ajisaka yg paling sakti. Ajisaka berpesan pada Sembada bahwa Sembada tidak boleh menyerahkan pusaka itu kepada siapapun kecuali Ajisaka. Nah, pada waktu itu di Jawa
ada negara yang terkenal makmur, aman, dan damai, yang bernama Medhangkamulan. Negara itu dipimpin oleh Prabu Dewatacengkar, raja yang berbudi luhur dan bijaksana. Seuatu hari, juru masak kerajaan tidak sengaja memotong jarinya waktu masak. Juru masak itu tidak sadar bahwa potongan jarinya masuk ke hidangan yang akan disuguhkan kepada Sang Raja. Tanpa sengaja juga, jari itu termakan oleh Prabu Dewatacengkar. Tidak disangka, Prabu Dewatacengkar merasa daging yang dia makan sangat lezat, kemudian ia mengutus patihnya menanyai juru masak kerajaan. Ternyata kemudian diketahui bahwa yang tadi dimakan oleh Prabu Dewatacengkar adalah daging manusia, ia memerintahkan kepada patihnya untuk menyiapkan seorang rakyatnya untuk disantap setiap harinya. Sejak itu Prabu Dewatacengkar punya hobi baru, yaitu makan danging manusia. Wataknya berubah jadi jahat dan senang melihat orang menderita. Negara itu berubah jadi negara yang sepi karena satu per satu rakyatnya dimakan oleh rajanya, ada juga rakyat yang lari menyelamatkan diri. Sang Patih bingung, karena ga ada lagi rakyat yang bisa disuguhkan kepada rajanya.
Saat itulah Ajisaka bersama Dora sampai di Medhangkamulan. Ajisaka heran melihat keadaan negara yang sunyi dan menyeramkan itu, kemudian ia mencari tahu sebabnya. Setelah tau apa yang terjadi di Medhangkamulan. Ajisaka lalu menghadap Patih, menyatakan bahwa ia sanggup menjadi santapan Sang Raja. Awalnya Sang Patih tidak mengijinkan Ajisaka yang masih muda dan tampan jadi santapan Prabu Dewatacengkar, tapi Ajisaka tetap memaksa sampai akhirnya dia dibawa juga untuk menghadap Prabu Dewatacengkar. Sang Prabu juga heran, kenapa orang yang masih muda dan tampan mau-mau saja jadi santapannya. Ajisaka mengajukan syarat, dia rela dimakan Sang Prabu asal dia dihadiahi tanah seluas ikat kepalanya. Selain itu, Ajisaka juga minta Prabu Dewatacengkar sendiri yang mengukur tanah tersebut. Permintaan itu dikabulkan oleh Sang Prabu. Ajisaka kemudian meminta Prabu Dewatacengkar menarik salah satu ujung ikat kepalanya. Ajaibnya, ikat kepala itu mulur terus seperti tidak ada habisnya. Prabu Dewatacengkar terpaksa mundur dan mundur terus mengikuti ikat kepala itu sampai di tepi laut selatan. Ajisaka mengibaska ikat kepala tersebut, hal ini membuat Prabu Dewatacengkar terlempar ke laut. Wujud Prabu Dewatacengkar lalu berubah menjadi buaya putih, sedangkan Ajisaka menjadi raja di Medhangkamulan.
Setelah jadi raja, Ajisaka menyuruh Dora pergi ke Pulau Majethi untuk mengambil pusaka yang dijaga oleh Sembada. Sampai di Pulau Majethi, Dora menjelaskan pada Sembada bahwa dia datang atas perintah Ajisaka untuk mengambil pusaka yang dijaga Sembada. Sembada yang patuh pada pesan Ajisaka tidak mau memberikan pusaka itu ke Dora. Dora memaksa agar pusaka itu diserahkan ke dia. Akhirnya dua orang itu bertarung.Karena dua-duanya sama-sama sakti, pertarungan berlangsung seru sampai mereka berdua tewas.
Prabu Ajisaka mendengar kabar kematian Dora dan Sembada. Dia menyesal mengingat kelalaiannya dan kesetiaan Dora dan Sembada. Untuk mengabadikan dua punggawanya itu Ajisaka menciptakan sebuah aksara yang bunyinya :


HA NA CA RA KA
Ana utusan
(ada utusan)

DA TA SA WA LA
Padha kekerengan
(saling berselisih pendapat)

PA DHA JA YA NYA
Padha digdayané
(sama-sama saktinya)

MA GA BA THA NGA
Padha dadi bathangé
(sama-sama menjadi mayat/mati).

2 komentar:

  1. saya aja yg orang jawa kagak tau gan hihi

    BalasHapus
  2. Robert Barep Prayugo3 Februari 2015 pukul 20.03

    @tomi lestari, gapapa kok, terima kasih udah kunjungi blog saya

    BalasHapus